Dalam proses website development, ada banyak cara menciptakan tampilan depan website via coding. Salah satu yang paling mudah yaitu dengan menggunakan front end framework. Anda bisa membuat tampilan website yang menarik dan profesional dengan lebih cepat.
Saat ini, ada banyak front end framework tersedia yang bisa Anda coba. Tentunya, setiap framework memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Lalu, manakah yang paling cocok untuk Anda?
Nah, daripada repot mencoba framework satu per satu sampai menemukan satu yang cocok, kami akan mengulas secara lengkap 10 front end framework terbaik. Sekaligus, membantu Anda memilih framework mana yang paling tepat.
Penasaran kan? Simak artikel ini, ya!
10 Front End Framework Terbaik 2023
Berikut adalah 10 front end framework terbaik berdasarkan rating yang diperoleh di Github:
- Vue.js
- React
- Angular
- jQuery
- Svelte
- Semantic UI
- Preact
- Foundation
- Backbone.js
- Ember.js
1. Vue.js
Rating Github: 190 ribu bintang
Vue.js adalah framework berjenis MVVM (Model-View ViewModel) yang dibangun di atas bahasa JavaScript. Front end framework yang satu ini punya aturan penulisan kode yang simpel, sehingga mudah digunakan oleh pemula.
Selain itu ukuran Vue.js juga tergolong kecil, hanya 18 KB saja! Meski begitu, kemampuannya tidak perlu diragukan lagi. Karena, bisa digunakan untuk membangun web app, mobile app, hingga progressive web app (PWA).
Fitur-Fitur Unggulan Vue.js:
- Virtual DOM (Document Object Model) – Tiruan dari Real DOM untuk menyimpan dan mereview perubahan kode sebelum menerapkannya di Real DOM.
- Components – Membuat sekaligus mengelola elemen kustom dalam format HTML, nya sehingga dapat digunakan berulang-ulang.
- Two-way Data Binding – Menjadikan setiap perubahan kode di JavaScript berpengaruh terhadap tampilan HTML, begitu pula sebaliknya.
Kelebihan Vue.js:
- Dokumentasi yang lengkap dan detail.
- Mudah digunakan untuk developer dengan keterampilan JavaScript.
- Sangat fleksibel untuk merancang struktur aplikasi.
- Mendukung TypeScript, bahasa pemrograman berbasis JavaScript.
Kekurangan Vue.js:
- Komponen yang tersedia belum stabil.
- Komunitas belum terlalu besar.
- Kebanyakan plugin dan komponen ditulis dengan bahasa Mandarin sehingga sulit digunakan.
Gunakan Vue.js Jika:
Vue.js adalah front end framework yang cocok digunakan untuk membangun proyek berskala kecil dari nol, khususnya yang berjenis single page application (SPA).
Jangan Gunakan Vue.js Jika:
Vue.js kurang direkomendasikan untuk proyek-proyek berskala besar, mengingat komponen yang belum stabil serta dukungan komunitas yang masih minim.
Contoh Penggunaan Vue.js:
Beberapa perusahaan yang telah menggunakan Vue.js antara lain 9gag, Alibaba, Reuters, dan Xiaomi
2. React
Rating Github: 178 ribu bintang
React adalah front end framework yang dibangun oleh raksasa teknologi dunia, Facebook (sekarang Meta) pada 2011 lalu. React merupakan framework open source di bawah lisensi software MIT.
React sebenarnya bukan sebuah front end framework JavaScript murni, melainkan sebuah library. Pun demikian, ia tetap punya berbagai fitur layaknya sebuah framework, contohnya DOM.
Di samping itu, React juga punya kinerja stabil. Hal tersebut membuatnya bisa diandalkan untuk membangun PWA dan SPA yang dipersiapkan untuk menampung banyak trafik.
Fitur-Fitur Unggulan React:
- Virtual DOM – Sama seperti Vue.js, React juga dibekali Virtual DOM yang berguna untuk menyimpan berbagai perubahan kode.
- Libraries Integration – Menjadikan React bisa digunakan bersama dengan berbagai library berbasis JavaScript.
- JSX (JavaScript XML) – Ekstensi sintaks JavaScript untuk memudahkan modifikasi DOM dengan kode berformat HTML.
Kelebihan React:
- Komponen bisa digunakan berulang-ulang di berbagai halaman aplikasi.
- Kemudahan untuk menulis komponen tanpa perlu mengenalkan (deklarasi) Class-nya.
- Menyediakan berbagai tools pengembang dengan fitur-fitur yang melimpah.
Kekurangan React:
- Dokumentasi yang berubah-ubah, mengingat frekuensi update yang terlalu sering.
- Agak sulit dipelajari pemula karena JSX yang cenderung rumit.
Gunakan React Jika:
React paling pas digunakan untuk membangun SPA yang cenderung kompleks dan membutuhkan banyak komponen user interface seperti panel navigasi, tombol, dan akordion.
Selain itu, React juga lebih cocok jika dipakai bersama library lain seperti Redux, karena dapat meningkatkan kinerja SPA.
Jangan Gunakan React Jika:
React kurang cocok bagi Anda yang pemula dan belum memahami JavaScript, apalagi JSX yang punya aturan kode lebih rumit daripada JavaScript biasa.
Contoh Penggunaan React:
Di samping sebagai framework Facebook, React juga telah dipakai untuk membangun berbagai website populer lain seperti Netflix, Reddit, dan Pinterest.
3. Angular
Rating Github: 77 ribu bintang
Selain React, ternyata ada lagi front end framework buatan raksasa teknologi lain. Framework yang dimaksud adalah Angular yang dikembangkan oleh Google sejak 2009 lalu.
Mirip dengan React, Angular juga merupakan framework open source. Nah, front end framework yang satu ini berjenis MVC (Model View Controller) dan dibangun dengan bahasa TypeScript.
Sayangnya, Angular punya aturan penulisan kode yang cukup rumit. Selain itu, ukurannya juga tergolong besar yakni 566 KB. Pun demikian, Angular terbukti handal untuk membangun web dan mobile app, PWA, hingga RIA (Rich Internet App).
Fitur-Fitur Unggulan Angular:
- Directives – Memudahkan developer untuk mengatur DOM sehingga bisa menghasilkan konten berformat HTML yang lebih dinamis.
- Hierarchical Injections – Memudahkan pengelolaan komponen kode untuk keperluan pengujian atau penggunaan ulang.
- Two-way Data Binding – Mirip dengan Vue.js, Angular menggunakan two-way data binding untuk kemudahan sinkronisasi antara Model dan View.
Kelebihan Angular:
- Setiap perubahan kode bisa ditampilkan hasilnya secara instan berkat adanya Two-way Data Binding.
- Dapat menggunakan komponen secara berulang-ulang cukup dengan sekali menulis komponen.
- Jumlah baris kode yang diperlukan untuk membangun aplikasi jadi lebih sedikit.
- Dukungan resmi dari Google dan komunitas yang luas.
Kekurangan Angular:
- Agak sulit dipelajari oleh pemula, mengingat aturan penulisan kode yang cukup rumit.
- Struktur aplikasi yang dihasilkan cenderung rumit, sehingga bisa menurunkan kinerja aplikasi.
- Kemampuan SEO yang terbatas sehingga kurang SEO Friendly.
Gunakan Angular Jika:
Angular adalah front end framework terbaik untuk membangun aplikasi kompleks untuk keperluan bisnis berskala besar.
Jangan Gunakan Angular Jika:
Angular kurang pas untuk membangun aplikasi simpel dan ringan mengingat kerumitannya. Selain itu, ia juga tidak cocok untuk website dengan tujuan menjaring trafik, karena kurang SEO Friendly.
Contoh Penggunaan Angular:
Selain digunakan untuk membangun berbagai layanan Google, Angular juga digunakan oleh banyak perusahaan mulai dari Forbes, LEGO, UPS, dan BMW.
4. jQuery
Rating Github: 55 ribu bintang
jQuery adalah salah satu front end framework tertua yang dirilis sejak tahun 2006. Meski begitu, jQuery masih cukup relevan digunakan untuk membangun website, mobile app, dan desktop app.
Sama seperti React, jQuery sebenarnya adalah library JavaScript dan bukan merupakan framework. Nah, jQuery punya fungsi utama yaitu untuk memanipulasi CSS dan DOM sehingga menghasilkan website yang lebih interaktif.
Selain itu, jQuery juga menawarkan kemudahan penggunaan dengan memangkas aturan penulisan kode JavaScript menjadi lebih ringkas. jQuery juga didukung komunitas yang luas dan berpengalaman.
Fitur-Fitur Unggulan jQuery:
- Versatile Event Handling – Memangkas jumlah baris kode untuk perintah yang melibatkan aktivitas pengguna, seperti klik pada mouse.
- jQuery Mobile – Framework HTML5 berbasis System-UI untuk memudahkan developer dalam membangun mobile app.
- Browser Interchangeability – Mampu menjalankan berbagai fungsi di hampir semua browser tanpa mengalami kendala berarti.
Kelebihan jQuery:
- Mudah dipelajari dan digunakan oleh pemula karena penulisan kode yang simpel
- Mendukung hampir semua browser yang ada di pasaran.
- Menyediakan beragam pilihan plugin untuk menambah fiturnya.
Kekurangan jQuery:
- Ukuran yang tergolong besar, satu package jQuery terdiri atas semua komponen DOM, Events, Effects, dan AJAX.
- Kinerja yang tergolong lambat, mengingat ukuran yang besar.
- Tidak memiliki Data Layer, sehingga proses memanipulasi DOM jadi lebih rumit.
Gunakan jQuery Jika:
jQuery lebih cocok digunakan untuk membangun aplikasi desktop berbasis JavaScript. Selain itu, jQuery juga pilihan yang pas untuk membangun website interaktif untuk digunakan di berbagai jenis browser.
Jangan Gunakan jQuery Jika:
jQuery tidak sesuai untuk membangun ekosistem website modern seperti PWA, SPA, atau web app. Hal ini karena ketiadaan Data Layer yang bisa menyebabkan lambatnya performa.
Contoh Penggunaan jQuery:
Beberapa perusahaan yang tercatat menggunakan jQuery antara lain Microsoft, Uber, Twitter, dan Pandora.
5. Svelte
Rating Github: 52 ribu bintang
Bertolak belakang dengan jQuery, Svelte adalah front end framework dengan usia paling muda yang ada di daftar ini. Sebab, Svelte baru diluncurkan pada 2016 lalu.
Berbeda dengan yang lain, Svelte bukan merupakan framework maupun library, melainkan sebuah compiler. Nah, compiler yang satu ini berbasis JavaScript, HTML, dan CSS sekaligus.
Meski menggabungkan tiga elemen, performanya tetap stabil. Bahkan, Svelte dianggap sebagai salah satu framework tercepat saat ini. Selain itu, ia juga tergolong ringan karena aturan penulisan kode yang cenderung ringkas.
Fitur-Fitur Unggulan Svelte:
- Modularity Principles – Mengelompokkan berbagai komponen lalu mengisolasinya sehingga memudahkan proses pengembangan aplikasi.
- Boilerplate-free Coding – Menghasilkan modul secara seragam dalam bentuk Vanilla JavaScript dari komponen berformat HTML, CSS, dan JavaScript.
Kelebihan Svelte:
- Lebih ringan dan simpel karena bisa menggunakan Library JavaScript yang sudah ada.
- Kinerja lebih cepat dibanding framework populer lain seperti React atau Angular.
- Aturan kode yang minimalis sehingga proses pengembangan aplikasi lebih cepat.
Kekurangan Svelte:
- Dukungan komunitas yang minim dan belum berkembang
- Tools pengembang yang tersedia masih sedikit.
- Belum terlalu populer karena tergolong masih baru.
Gunakan Svelte Jika:
Svelte akan cocok digunakan untuk membangun proyek berskala kecil dengan jumlah pengembang yang sedikit. Compiler ini juga merupakan pilihan terbaik bagi Anda yang masih pemula mengingat ringkasnya aturan kode.
Jangan Gunakan Svelte Jika:
Svelte bukan pilihan terbaik untuk membangun proyek berskala besar, mengingat minimnya dukungan komunitas dan tools yang tersedia belum banyak.
Contoh Penggunaan Svelte:
Beberapa website populer yang dibangun menggunakan Svelte antara lain The New York Times, 1Password, dan Rakuten.
6. Semantic UI
Rating Github: 47 ribu bintang
Mirip dengan Svelte, Semantic UI adalah front end framework yang masih tergolong baru. Framework ini baru diluncurkan 2014 oleh Jack Lukicthis, seorang full stack developer.
Nah, Semantic UI adalah CSS framework terbaik. Itulah sebabnya, front end framework yang satu ini secara bawaan tidak menggunakan DOM maupun Data Binding sama sekali.
Meski begitu, Semantic UI mendukung integrasi dengan framework lain, seperti React, Angular, dan Ember.js. Selain itu, ia juga menyediakan dukungan plugin pihak ketiga untuk menambah fitur-fiturnya.
Fitur-Fitur Unggulan Semantic UI:
- Themes Collections – Menyediakan ribuan tema dan puluhan komponen untuk mempercantik dan menambah fitur-fitur terkait interface.
- Exchangeable Concepts – Mengadopsi bahasa manusia ke dalam aturan penulisan kode, contohnya ketika menulis Class.
- Development Toolset – Memudahkan konfigurasi CSS, JavaScript, dan Font, sehingga bisa digunakan untuk aplikasi lain cukup dengan sekali tulis.
Kelebihan Semantic UI:
- Tersedia berbagai pilihan tema dan komponen UI.
- Aturan penulisan kode yang mudah dipahami.
- Mendukung berbagai integrasi sehingga banyak fitur bisa ditambahkan.
Kekurangan Semantic UI:
- Ukuran package yang cukup besar.
- Dukungan komunitas yang masih tergolong minim.
- Fitur dan fungsi-fungsi bawaan yang cenderung terbatas.
Gunakan Semantic UI Jika:
Semantic UI adalah front end framework terbaik untuk membangun aplikasi dengan User Interface yang menarik, responsif, tapi tetap ringan ketika digunakan.
Jangan Gunakan Semantic UI jika:
Semantic UI bukan pilihan yang tepat bagi Anda yang kurang menguasai JavaScript. Pasalnya fitur bawaannya cukup terbatas dan baru bisa bekerja maksimal ketika terintegrasi dengan framework lain.
Contoh Penggunaan Semantic UI:
Semantic UI banyak digunakan oleh beberapa perusahaan ternama seperti Snapchat, Ovrsea, Kmong, dan Accenture.
7. Preact
Rating Github: 30 ribu bintang
Preact adalah front end framework yang diluncurkan pada 2015 lalu oleh Jason Miller. Sesuai namanya, framework ini merupakan alternatif dari React. Karena, ia punya fitur dan API yang hampir mirip dengan React.
Meski begitu, ukuran Preact jauh lebih kecil dari React, yaitu hanya 3 KB saja! Dengan begitu, aplikasi yang dihasilkan jadi lebih ringan dari segi ukuran dan memiliki kinerja gesit.
Sama seperti React, Preact juga sebenarnya merupakan library dan bukanlah framework murni. Pun demikian, front end framework yang satu ini sudah menggunakan Virtual DOM layaknya sebuah framework.
Fitur-Fitur Unggulan Preact:
- Preact CLI – Tool berbasis Command Line bawaan Preact, untuk mempercepat pengembangan aplikasi.
- Link State Module – Bertanggung jawab mengoptimasi setiap perubahan pada komponen yang digunakan secara otomatis.
- ES6 API – Memudahkan developer untuk beralih ke Preact pada aplikasi yang sudah terlanjur dibangun.
Kelebihan Preact:
- Ukuran yang sangat kecil sehingga meringankan beban kerja aplikasi yang dibangun.
- Kinerja yang gesit karena menggunakan Virtual DOM dengan cara kerja yang ringkas.
- Kompatibel dengan hampir semua ekosistem yang ada pada React, seperti komponen dan plugin.
Kekurangan Preact:
- Kurang populer dan komunitas yang tergolong kecil, jika dibandingkan dengan React.
- Tidak mendukung propTypes, fitur kunci yang ada di React, sehingga hanya mendukung migrasi dengan ES6 API.
Gunakan Preact Jika:
Preact adalah pilihan yang tepat untuk membangun website baik dari awal maupun modifikasi dari yang sudah ada, khususnya yang sebelumnya dibangun menggunakan React.
Jangan Gunakan Preact Jika:
Preact kurang direkomendasikan bagi Anda yang masih pemula dan belum menguasai React. Dengan minimnya dukungan komunitas, lebih baik belajar React terlebih dahulu sebelum beralih ke Preact.
Contoh Penggunaan Preact:
Beberapa perusahaan yang tercatat menggunakan Preact antara lain Dailymotion, Domino’s, Pepsi, Groupon, dan Lyft.
8. Foundation
Rating Github: 29 ribu bintang
Berbeda dengan beberapa framework di atas seperti Vue.js dan jQuery yang cocok untuk pemula, framework ini lebih ditujukan untuk developer tingkat mahir. Ia adalah Foundation, front end framework yang diluncurkan oleh Zurn pada 2011 lalu.
Framework berbasis JavaScript, HTML, dan CSS sekaligus ini memang ditujukan khusus untuk membangun proyek berskala besar dalam ruang lingkup perusahaan. Foundation didukung berbagai fitur untuk pengembangan tingkat lanjut.
Bahkan, Foundation juga punya framework khusus untuk membangun SPA dengan Foundation for Apps. Ada juga framework yang ditujukan untuk membuat aplikasi email bernama Foundation for Email.
Fitur-Fitur Unggulan Foundation:
- GPU Acceleration – Meningkatkan kinerja aplikasi saat melakukan rendering terhadap animasi, baik di perangkat mobile ataupun desktop.
- Autonomous Project – Memudahkan developer mengatasi kerumitan sehingga bisa belajar Foundation lebih cepat.
Kelebihan Foundation:
- Mendukung integrasi dengan Library HTML5, misalnya Form Validation.
- Rendering otomatis untuk tampilan yang menyesuaikan berbagai perangkat.
- Kustomisasi tingkat lanjut untuk menghasilkan tampilan yang menarik.
Kekurangan Foundation:
- Cukup sulit untuk dipelajari oleh developer pemula.
- Dukungan komunitas yang masih minim karena tidak terlalu populer.
Gunakan Foundation Jika:
Foundation adalah front end framework yang tepat untuk mempercantik tampilan website dengan komponen CSS, tapi tetap memperhatikan aspek responsive website di berbagai perangkat.
Jangan Gunakan Foundation Jika:
Foundation bukan framework yang cocok digunakan jika Anda masih pemula. Karena, cara mengubah kode serta kustomisasi yang rumit dan membingungkan.
Contoh Penggunaan Foundation:
Foundation telah digunakan di beberapa website milik perusahaan terkemuka, misalnya eBay, Mozilla, Disney, Amazon, dan National Geographic.
9. Backbone.js
Rating Github: 27 ribu bintang
Backbone.js adalah front end framework yang dikembangkan oleh Jeremy Ashkenas, penulis CoffeeScript pada 2010 lalu. Framework ini merupakan framework open source yang diterbitkan di bawah lisensi software MIT.
Backbone.js tergolong framework berjenis MVC yang dibangun di atas bahasa JavaScript. Front end framework satu ini dianggap sebagai framework yang paling mudah digunakan karena aturan penulisan kode yang simpel.
Dengan aturan kode yang sederhana, kemampuannya tetap tidak bisa dipandang sebelah mata. Sebab, Backbone.js bisa digunakan untuk membangun SPA dengan lancar.
Fitur-Fitur Unggulan Backbone.js:
- Key-Value Binding & Custom Events – Mirip dengan Two-way Data Binding, menjadikan setiap perubahan pada Model berpengaruh terhadap View, begitu pula sebaliknya.
- API Integration – Memungkinkan website dapat berkomunikasi dengan bahasa atau aplikasi lain lewat API yang sudah ada, misalnya RESTful JSON.
Kelebihan Backbone.js:
- Kinerja yang tergolong cepat serta ukuran yang tetap ringan.
- Sangat mudah dipelajari oleh pemula sekalipun.
- Mudah untuk membangun sistem yang lebih kompleks berkat adanya API.
Kekurangan Backbone.js:
- Hanya menyediakan tools untuk pengembang versi standar dengan kemampuan yang terbatas.
- Harus menulis kode dalam bentuk Boilerplate (menulis di banyak tempat) agar Model dan View dapat berkomunikasi satu sama lain.
Gunakan Backbone.js Jika:
Backbone.js adalah front end framework yang tepat untuk membangun aplikasi dinamis berskala kecil hingga besar. Pasalnya ia bisa memisahkan logika dan tampilan aplikasi sehingga menjaga kinerja aplikasi jadi lebih cepat.
Jangan Gunakan Backbone.js Jika:
Jika ingin membangun aplikasi dengan framework populer, Backbone.js bukanlah pilihan tepat mengingat popularitasnya yang kian menurun.
Contoh Penggunaan Backbone.js:
Beberapa contoh perusahaan yang menggunakan framework Backbone.js antara lain Trello dan Tumblr.
10. Ember.js
Rating Github: 22 ribu bintang
Ember.js merupakan front end framework JavaScript yang dikembangkan sejak 2011 lalu oleh Yehuda Katz. Sama seperti beberapa framework sebelumnya, ia juga termasuk framework open source di bawah lisensi MIT.
Nah, Ember.js adalah framework berjenis MVVM yang dibangun dengan bahasa JavaScript. Kebalikan dengan Backbone.js, framework yang satu ini dianggap sebagai salah satu framework tersulit untuk dipelajari.
Padahal, kemampuannya tidak perlu dipertanyakan lagi. Ember.js memang dirancang agar bisa memenuhi kebutuhan pengembangan website dan mobile app lewat beragam fitur unggulan.
Fitur-Fitur Unggulan Ember.js:
- Two-way Data Binding – Memudahkan sinkronisasi antara Model dan View secara real time.
- Fastboot.js Module – Mempercepat server side rendering (rendering melalui server) dan meningkatkan performa UI.
- Large Ecosystem – Menyediakan berbagai template, tools, dan plugin untuk mengurangi jumlah baris kode, menambah fungsionalitas, dan meningkatkan kinerja.
Kelebihan Ember.js:
- Server-side rendering yang membuat halaman website tampil lebih cepat.
- Kinerja yang cepat dan responsif berkat beragam tools bawaan seperti routing dan testing.
- Dokumentasi yang tergolong lengkap.
Kekurangan Ember.js:
- Dukungan komunitas yang masih minim.
- Kreator yang jarang melakukan update.
- Struktur kode yang kaku sehingga sulit dipelajari.
- Terlalu banyak fitur sehingga tidak cocok untuk aplikasi sederhana.
Gunakan Ember.js Jika:
Ember.js adalah front end framework yang ideal untuk membangun aplikasi yang rumit dan menyediakan berbagai fitur, baik itu mobile app maupun SPA.
Jangan Gunakan Ember.js Jika:
Ember.js kurang cocok digunakan untuk membuat proyek sederhana berskala kecil seperti tampilan UI atau fungsi AJAX sederhana. Ia juga tidak direkomendasikan jika Anda masih pemula mengingat struktur kode yang menyulitkan.
Contoh Penggunaan Ember.js:
Beberapa contoh website atau mobile app yang dibangun dengan Ember.js antara lain Apple Music, Yahoo!, Linkedin, dan Tinder.
Source: